Julukan pahlawan devisa hendaknya dilupakan dulu. Sebab sedikitnya 25 orang dari ratusan perempuan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Cianjur, Jabar, yang dipulangkan pemerintah Arab Saudi, dalam kondisi hamil dan membawa anak. Siapa yang bertanggung jawab?
Airmata tak cukup untuk menangisi getirnya penderitaan para TKI ini. Sampai kapan para perempuan Indonesia menjadi korban kekerasan di Saudi? Tidakkah suara Kartini bagi keadilan dan kemanusiaan didengar elite penguasa negeri ini?
"Saya memilih kabur dari rumah majikan di Saudi, karena tidak kuat dengan perlakuan majikan yang selalu memaksa, untuk dilayani nafsu birahinya. Sampai saya hamil sang majikan menyuruh saya mengugurkannya," kisah Mawar, bukan nama sebenarnya, salah seorang TKW yang membawa balita.
Setelah berhasil kabur dari rumah sang majikan, Mawar dan bayi yang dilahirkannya, hidup terlunta-lunta dan terpaksa tidur di bawah kolong jembatan, bersama ratusan TKI bermasalah lainnya.
Selama tinggal di bawah kolong jembatan itu, ratusan bahkan ribuan TKI, yang sebagian besar wanita, menyambung hidup dengan berbagai cara untuk mendapatkan uang. Mulai dari bekerja serabutan, sampai menjadi wanita penghibur di klub malam, diskotik dan panti pijat yang banyak terdapat di negara Saudi tersebut. Namun, saat pemerintah otoritas setempat melakukan sweeping dan razia besar-besaran, ratusan TKI bermasalah itu tertangkap dan selanjutnya dideportasi ke negara asalnya.
Puluhan TKI yang pulang dalam kondisi berbadan dua dan membawa anak itu, mengaku, bingung dan malu. Pasalnya 14 orang di antaranya, mengaku masih memiliki suami di kampung halamannya masing-masing.
Sebagian besar TKI tak berdosa itu mengaku telah menjadi korban pemerkosaan sang majikan, selama bekerja. Namun tidak sedikit dari mereka, melakukan hubungan intim atas dasar suka sama suka, hingga memiliki anak.
Sudah waktunya pengiriman perempuan TKI sebagai pembantu rumah tangga dihentikan, korban sudah terlalu banyak. Pemerintah SBY musti bertindak.
INILAH.COM
1 komentar:
Posting Komentar